virtual reality
Artikel,  Berita,  Teks

Utopia vs Agama

Mimpi akan kehidupan yang lebih baik dikumandangkan seraya mengarsitekturi pembenaran untuk ditebarkan, bukan untuk menuai permusuhan. Suatu ajaran Tuhan yang menjelma arogansi kekuasaan dan sebuah mimpi menjadi ilmu yang secara benar harus dipikirkan terlepas dari konteks trauma sejarah.

Mengapa harus mengatasnamakan Tuhan juka reaktif itu muncul dari naluri kekanak-kanakan kita sendiri. Seperti melihat hantu yang membisikkan kepada kita bagaimana nafsu berbicara. Kembali kepada bagaimana cara kita menyikapinya. Apakah doktrin itu mencuci otak kita menjadi ideologi yang membunuh cinta.

Kesalahan masa lalu yang tak termaafkan, juga pemutar balikan fakta yang ada bahwa Tuhan masih tetap satu. Persetan agamamu, kuberTuhan dengan caraku. Takkan ada permasalahan jika kita tak hanya berkaca pada masa lalu, tapi bercerminlah pada masa depan surga di bumiku.

Batasan ruang bahwa kenyataan telah menguasai rasio melawan dongeng akan kehidupan setelah matiku.
Bagaimana dengan Tuhanku …….
Implementasi rasa syukur dan pengakuan keterbatasan buah akalku memikirkan hal-hal membingungkan. Ada atau Ketiadaan diriMu semoga dimengerti, karena aku bukanlah anjing yang menurut celotehan busuk orang lain atau berlari mengejar tulang yang memberikan kenikmatan semata. Sebuah analogi bagi pejuang yang mengatasnamakan jalan menuju surga.

Tuhan, adakah Kau di hatiku. Bicaralah pembenaranMu hingga manusia tak perlu bertikai mempertentangkan isi OtakMu. Pemikiran jauh dari logika hingga menghancurkan kecintaan kepada sesama.

Apakah pembenaran hanya kan tercipta dari pertentangan. Hitam yang tak mungkin memudar kelabu. Itukah ideologi yang kupuja ….?

Semakin tak jelas arahku menuju. Tapi itulah terpaan badaiuntuk merengkuh kesejatian. Bukan tak ingin berpegang, tapi azas tunggal bukanlah aku. Namun kematian bagi pola pikir orang-orang penurut bak anjing patuh perintah tuannya.

Baca Juga  Quote Tan Malaka : Idealisme adalah kemewahan terakhir yang hanya dimiliki oleh pemuda

Bukan tak ingin berpegang konsep namun aku adalah revisionis kemauanku sendiri yang tak terbatas faktor lain. Jadilah kebakuan yang menurutku tak perlu ditiru bahkan mungkin harus kau hancurkan untuk memenangkan egomu. Propaganda jalanan yang harus dikibarkan atau dimentahkan bahwa lembaran-lembaran pengobar api di dada adalah seni membius atau meracuni pemikiran. Akankah bertahan dan mampukah memberi perubahan.

Laman: 1 2