Seni & Budaya
-
Serat Wedhatama Pupuh Pangkur
Pada 1 Mingkar mingkuring angkara, Akarana karanan mardi siwi, Sinawung resmining kidung, Sinuba sinukarta, Mrih kretarta pakartining ngelmu luhung Kang tumrap neng tanah Jawa, Agama ageming aji. Meredam nafsu angkara dalam diri, Hendak berkenan mendidik putra-putri Tersirat dalam indahnya tembang, dihias penuh variasi, agar menjiwai hakekat ilmu luhur, yang berlangsung di tanah Jawa (Nusantara) agama sebagai “pakaian” kehidupan. Pada 2 Jinejer neng Wedatama Mrih tan kemba kembenganing pambudi Mangka nadyan tuwa pikun Yen tan mikani rasa, Yekti sepi asepa lir sepah samun, Samangsane pasamuan Gonyak ganyuk nglelingsemi. Disajikan dalam serat Wedhatama, agar jangan miskin pengetahuan walaupun sudah tua pikun jika tidak memahami rasa sejati (batin) niscaya kosong tiada berguna bagai…
-
Puisi Chairil Anwar Kepada Kawan
Kepada Kawan Sebelum Ajal mendekat dan mengkhianat, mencengkam dari belakang ‘tika kita tidak melihat, selama masih menggelombang dalam dada darah serta rasa, belum bertugas kecewa dan gentar belum ada, tidak lupa tiba-tiba bisa malam membenam, layar merah terkibar hilang dalam kelam, kawan, mari kita putuskan kini di sini: Ajal yang menarik kita, juga mencekik diri sendiri! Jadi Isi gelas sepenuhnya lantas kosongkan, Tembus jelajah dunia ini dan balikkan Peluk kucup perempuan, tinggalkan kalau merayu, Pilih kuda yang paling liar, pacu laju, Jangan tambatkan pada siang dan malam Dan Hancurkan lagi apa yang kau perbuat, Hilang sonder pusaka, sonder kerabat. Tidak minta ampun atas segala dosa, Tidak memberi pamit pada siapa…
-
Puisi Chairil Anwar Taman
Taman Taman punya kita berdua Tak lebar luas, kecil saja Satu tak kehilangan lain dalamnya. Bagi kau dan aku cukuplah Taman kembangnya tak berpuluh warna Padang rumputnya tak berbanding permadani Halus lembut dipijak kaki. Bagi kita bukan halangan. Karena Dalam taman punya berdua Kau kembang, aku kumbang Aku kumbang, kau kembang. Kecil, penuh surya taman kita Tempat merenggut dari dunia dan ‘nusia.
-
Puisi Chairil Anwar Selama Bulan Menyinari Dadanya
Selama Bulan Menyinari Dadanya Selama bulan menyinari dadanya jadi pualam Ranjang padang putih tiada batas Sepilah panggil panggilan Antara aku dan mereka yang bertolak Aku bukan lagi si cilik tidak tahu jalan Di hadapan berpuluh lorong dan gang menimbang: Ini tempat terikat pada Ida dan ini ruangan “pas bebas” Selama bulan menyinari dadanya jadi pualam Ranjang padang putih tiada batas Sepilah panggil panggilan Antara aku dan mereka yang bertolak Juga ibuku yang berjanji Tidak meninggalkan sekoci. Lihatlah cinta jingga luntur: Dan aku yang pilih Tinjauan mengabur, daun daun sekitar gugur Rumah tersembunyi dalam cemara rindang tinggi Pada jendela kaca tiada bayang datang mengambang Gundu, gasing, kuda kudaan, kapal kapalan di…
-
Puisi Chairil Anwar Aku
Aku Kalau sampai waktuku Kumau tak seorang kan merayu Tidak juga kau Tak perlu sedu sedan itu Aku ini binatang jalang Dari kumpulannya terbuang Biar peluru menembus kulitku Aku tetap meradang menerjang Luka dan bisa kubawa berlari Berlari Hingga hilang pedih peri Dan aku akan lebih tidak peduli Aku mau hidup seribu tahun lagi.
-
Puisi Chairil Anwar Kawanku dan Aku
Kawanku dan Aku Kepada L.K. Bohang, Kami jalan sama. Sudah larut Menembus kabut. Hujan mengucur badan. Berkakuan kapal-kapal di pelabuhan. Darahku mengental-pekat. Aku tumpat-pedat. Siapa berkata? Kawanku hanya rangka saja Karena dera mengelucak tenaga. Dia bertanya jam berapa! Sudah larut sekali Hingga hilang segala makna Dan gerak tak punya arti.
-
Puisi Chairil Anwar Bercerai
Bercerai Kita musti bercerai Sebelum kicau murai berderai. Terlalu kita minta pada malam ini. Benar belum puas serah-menyerah Darah masih berbusah-busah. Terlalu kita minta pada malam ini. Kita musti bercerai Biar surya kan menembus oleh malam di perisai Dua benua bakal bentur-membentur. Merah kesumba jadi putih kapur. Bagaimana? Kalau IDA, mau turut mengabur Tidak samudra caya tempatmu menghambur.
-
Puisi Chairil Anwar Dendam
Dendam Berdiri tersentak Dari mimpi aku bengis dielak Aku tegak Bulan bersinar sedikit tak nampak Tangan meraba ke bawah bantalku Keris berkarat kugenggam di hulu Bulan bersinar sedikit tak nampak Aku mencari Mendadak mati kuhendak berbekas di jari Aku mencari Diri tercerai dari hati Bulan bersinar sedikit tak tampak.