-
Puisi Karya Sapardi Djoko Damono – Gerimis Jatuh
Gerimis Jatuh Gerimis jatuh kau dengar suara di pintu Bayang-bayang angin berdiri di depanmu Tak usah kauucapkan apa-apa; seribu kata Menjelma malam, tak ada yang di sana Tak usah; kata membeku, Detik meruncing di ujung sepi itu Menggelincir jatuh Waktu kau tutup pintu. Belum teduh dukamu.
-
Puisi Karya Sapardi Djoko Damono – Di Restoran
Di Restoran Kita berdua saja Duduk Aku memesan ilalang panjang dan bunga rumput Kau entah memesan apa Aku memesan batu Di tengah sungai terjal yang deras Kau entah memesan apa Tapi kita berdua saja Duduk Aku memesan rasa sakit yang tak putus Dan nyaring lengkingnya, Memesan rasa lapar yang asing itu
-
Puisi Karya Sapardi Djoko Damono – Tentang Matahari (1971)
Tentang Matahari Matahari yang ada di atas kepalamu itu Adalah balon gas yang terlepas dari tanganmu waktu kau kecil, adalah bola lampu yang ada di atas meja ketika kau menjawab surat-surat yang teratur kauterima dari sebuah Alamat, adalah jam weker yang berdering saat kau bersetubuh, adalah gambar bulan yang dituding anak kecil itu sambil berkata: “Ini matahari! Ini matahari!” – Matahari itu? Ia memang di atas sana supaya selamanya kau menghela bayang-bayangmu itu.
-
Puisi Chairil Anwar Sia-Sia
Sia-Sia Penghabisan kali itu kau datang Membawaku karangan kembang Mawar merah dan melati putih: Darah dan suci Kau tebarkan depanku Serta pandang yang memastikan: Untukmu. Sudah itu kita sama termangu Saling bertanya: Apakah ini? Cinta? Keduanya tak mengerti. Sehari itu kita bersama. Tak hampir-menghampiri. Ah! Hatiku yang tak mau memberi Mampus kau dikoyak-koyak sepi.
-
Puisi Chairil Anwar Taman
Taman Taman punya kita berdua Tak lebar luas, kecil saja Satu tak kehilangan lain dalamnya. Bagi kau dan aku cukuplah Taman kembangnya tak berpuluh warna Padang rumputnya tak berbanding permadani Halus lembut dipijak kaki. Bagi kita bukan halangan. Karena Dalam taman punya berdua Kau kembang, aku kumbang Aku kumbang, kau kembang. Kecil, penuh surya taman kita Tempat merenggut dari dunia dan ‘nusia.
-
Puisi Chairil Anwar Aku
Aku Kalau sampai waktuku Kumau tak seorang kan merayu Tidak juga kau Tak perlu sedu sedan itu Aku ini binatang jalang Dari kumpulannya terbuang Biar peluru menembus kulitku Aku tetap meradang menerjang Luka dan bisa kubawa berlari Berlari Hingga hilang pedih peri Dan aku akan lebih tidak peduli Aku mau hidup seribu tahun lagi.
-
Puisi Chairil Anwar Tak Sepadan
Tak Sepadan Aku kira, Beginilah nanti jadinya Kau kawin, beranak dan berbahagia Sedang aku mengembara serupa Ahasvéros. Dikutuk sumpahi Eros Aku merangkaki dinding buta Tak satu juga pintu terbuka. Jadi baik juga kita padami Unggunan api ini Karena kau tidak ‘kan apa apa Aku terpanggang tinggal rangka.
-
Tuhanku dan dirinya
Petualangan hari ini berkisah tentang rasa dan amarah Gejolak, egois dan pemaksaan kehendak Tak apalah, itu juga pemberian Tuhan Tapi ini menyiksa, Tapi kumerasa nikmat Ujung sebuah tombak kebenaran menyatakan bahwa ini adalah sah Mencintai Tuhan dengan memuja keindahan ciptaan-Nya Hahaha… kau kira ini tulisan penyesatan Bukan, ini adalah kejujuran Selama aku kau haramkan Kuselalu memikirkannya Jadi biarkanlah kumemiliki diriku Sebagai Maha CiptaMu Betapa kesal Kau kepadaku Tapi tak mungkin Kau membenciku Terlalu indah surga yang Kau janjikan Kemudian inginku memilikinya di bumiku Silakan sombong dengan keakuanMu Karena Kau tak memiliki anugerahMu