Multimedia
-
Puisi Karya Sapardi Djoko Damono – Di Restoran
Di Restoran Kita berdua saja Duduk Aku memesan ilalang panjang dan bunga rumput Kau entah memesan apa Aku memesan batu Di tengah sungai terjal yang deras Kau entah memesan apa Tapi kita berdua saja Duduk Aku memesan rasa sakit yang tak putus Dan nyaring lengkingnya, Memesan rasa lapar yang asing itu
-
Geguritan Bab Ngarep Mulyane Anak
Ngarep Mulyane Anak Aja siro ngarep-arep Ing mulyane awak iro Lamun ora gelem taat Arikolo urip iro Ora ana gawe kanca Sakliyane amal iro Arikolo ana kubur Hinggo mahsyar iro Wondene amal bagus Rupa uwong kang sampurno Banjur muni “wis turuo” Aja ngrembug apa-apa Wondene amal olo Ana kubur dadi memolo Rupo uwong bosok koklok Nguang-nguleng maring siro Nek di-elikke banjur ndodro Nggone nguleng maring siro Malah-maah karo muni Aku iki amalmu olo Arikolo gek maksiat Kowe ngeroso bungah sumarah Ngerasakno ing saiki Nggonmu banget tanpa susah
-
Arti Peribahasa Air Susu Dibalas dengan Air Tuba
Air Susu Dibalas dengan Air Tuba Arti Peribahasa “Air Susu Dibalas dengan Air Tuba” adalah perbuatan baik dibalas dengan perbuatan jahat.
-
Arti Peribahasa Bahasa Menunjukkan Bangsa
Bahasa Menunjukkan Bangsa Arti Peribahasa “Bahasa Menunjukkan Bangsa” adalah budi bahasa serta tutur kata menunjukkan sifat serta tabiatnya.
-
Arti Peribahasa Bagaikan Api Makan Ilalang Kering, Tiada Dapat Dipadamkan Lagi
Bagaikan Api Makan Ilalang Kering, Tiada Dapat Dipadamkan Lagi Arti Peribahasa “Bagaikan Api Makan Ilalang Kering, Tiada Dapat Dipadamkan Lagi” adalah orang yang tidak mampu menolak bahaya yang menimpanya.
-
Arti Peribahasa Dimana Lalang Habis, Disitu Api Padam
Dimana Lalang Habis, Disitu Api Padam Arti Peribahasa “Dimana Lalang Habis, Disitu Api Padam” adalah hidup dan mati tidak dapat ditentukan, jika sudah saatnya pasti kita akan mati.
-
Puisi Karya Sapardi Djoko Damono – Ayat-Ayat Tokyo
Ayat-Ayat Tokyo angin memahatkan tiga panah kata di kelopak sakura– ada yang diam-diam membacanya ada kuntum melayang jatuh air tergelincir dari payung itu; “kita bergegas,” katanya kita pandang daun bermunculan kita pandang bunga berguguran kita diam: berpandangan kemarin tak berpangkal, besok tak berujung– tak tahu mesti ke mana angin menyambut bunga gugur itu lengking sakura– tapi angin tuli dan langit buta menjelma burung gereja menghirup langit dalam-dalam– angin musim semi
-
Puisi Karya Sapardi Djoko Damono – Pada Suatu Hari Nanti
Pada Suatu Hari Nanti Pada suatu hari nanti, Jasadku tak akan ada lagi, Tapi dalam bait-bait sajak ini, Kau tak akan kurelakan sendiri. Pada suatu hari nanti, Suaraku tak terdengar lagi, Tapi di antara larik-larik sajak ini. Kau akan tetap kusiasati, Pada suatu hari nanti, Impianku pun tak dikenal lagi, Namun di sela-sela huruf sajak ini, Kau tak akan letih-letihnya kucari.























